3 Tahun Jaya Tamalaki Siapkan Film Kebangsaan 10 November Ide Cerita Prabowo Subianto

Jaya Tamalaki foto bersama Presiden Prabowo Subianto dalam satu kesempatan diskusi panjang tentang sejummlah film yang digagas Prabowo Subianto sebelum dilantik menjadi Presiden RI beberapa waktu lalu. (istimewa)Jaya Tamalaki foto bersama Presiden Prabowo Subianto dalam satu kesempatan diskusi panjang tentang sejummlah film yang digagas Prabowo Subianto sebelum dilantik menjadi Presiden RI beberapa waktu lalu. (istimewa)

Metropolitanupdate.com – Jaya Tamalaki, sutradara berkepala plontos yang sudah menanti pemenuhan janji Presiden Prabowo Subianto selama 3 tahun atau sebelum dia dilantik jadi Presiden terpilih pada pemilu 2024 lalu. Jaya Tamalaki, sutradara film, penulis skenario dan komposer musik yang namanya sudah tercatat dalam sejumlah reportase berita. Bahkan dalam sejumlah film kerapkali menggunakan nama lain yang seolah tak ingin dikenal sebagai seniman besar.

Awak metropolitanupdate.com menemuinya dalam sebuah kesempatan resepsi pernikahan di Wonosobo, akhir Agustus 2025. Memenuhi undangan rekan sejawatnya yang diharapkan dapat memuluskan cita-cita mulianya membuat film propaganda demi menginfus jiwa nasionalisme dan patriotisme generasi bangsa inj yang dirasanya seakan tengah menurun.

Jaya bilang, “Republik ini tidak sedang krisis intelektual, melainkan krisis nasionalisme sehingga mudah terprovokasi, terpecah belah dan korupsi di kalangan pengambil kebijakan.”

Lebih lanjut Jaya Tamalaki mengisahkan perjalanan pembuatan film kebangsaan yang sedang digarapnya.

“Awalnya, didorong keinginan untuk menunjukkan kepada generasi muda dan dunia tentang perjuangan para pendiri bangsa ini melalui film berskala internasional. Saya mulai menulis novel tentang perjuangan Laksamana Keumalahayati, bersama sahabat saya Roby seorang perwira yang pernah bertugas di Aceh. Dari novel itulah, kami berdua sepakat untuk membuat filmnya sekaligus,” ujar Jaya Tamalaki.

Jaya melanjutkan kisahnya. “Dalam perjalanannya, ketika mulai shooting, melalui Roby sahabat saya inilah, Pak Prabowo memanggil saya ke Bojong Koneng, Kabupaten Bogor. Melihat keseriusan kami menggarap film Keumala Hayati, Pak Prabowo terkesan. Hari itu juga, beliau meminta kami untuk menunda shooting film Keumalahayati yang kami beri judul INONG BALEE 1599,” ujar Jaya.

Atas usul dan gagasan dari Prabowo, Jaya merelakan untuk menunda dan mendahulukan ide cerita Pak Prabowo berjudul 8 Sahabat yang berkisah tentang peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Sejak itulah, saya, Roby dan kawan-kawan menggarap cerita Pak Prabowo hingga menjadi novel dan skenario film. Dinamika perjuangan dalam mewujudkan karya kebangsaan ini, membuat kami perlu melewati perjuangan, tantangan dan ujian berat, karena tidak mudah membuat sebuah karya besar dan semacamnya di Republik ini,” kata Jaya Tamalaki.

Pria kelahiran Sulawesi Tenggara ini menjelaskan bahwa mayoritas dari entitas bangsa, enggan melewati proses yang rumit dan panjang. Selama 3 tahun menunggu Pak Prabowo merealisasikan apa yang pernah beliau janjikan ke Jaya Tamalaki dan tim, dirinya terus menulis novel dan skenario seperti sejarah Kesultanan tarnate, Kesultanan Demak, Kerajaan Pajajaran, sejarah kekalahan Kekaisaran Mongolia di Jawa, dan tentang Timor Timur. “Harapannya, kelak karya-karya kebangsaan ini hanya perlu direalisasikan dalam bentuk film,” tutur Jaya.

Demikian Jaya Tamalaki mengawali kisahnya kepada kami di salah satu kediaman pegiat budaya Nusantara di Wonosobo.

Dari sejumlah tulisan itulah, lanjut Jaya, Prabowo Subianto, saya dan sahabat saya Roby, dipanggil beberapa kali dan bertemu langsung dengan Pak Prabowo, hingga beberapa kali beliau melontarkan janjinya untuk mendukung film kebangsaan ini dengan antusias. “Pesan mendalam dari Pak Prabowo inilah yang membuat kami terus berjuang untuk mewujudkan ide cerita Pak Prabowo ini menjadi sebuah karya yang monumental. Insya Allah,” tegas Jaya.

Dari beberapa kali pertemuan itu, Jaya bilang, dia ditanya seperti apa sebenarnya motif yang diinginkan Jaya dari tulisan yang dibuatnya. Tak lain dan tak bukan Jaya menyampaikan ingin membuat film perjuangan berlatar sejarah dengan motif alat propaganda versi Nusantara, versi Indonesia. “Bukan versi Barat yang selalu menyudutkan kita sebagai bangsa dari dunia ketiga,” tegas Jaya.

Seperti film dari tulisan berjudul “Abdul dan Maria” sebuah kisah percintaan di tengah konflik revolusi kemerdekaan paska proklamasi 17 Agustus 1945 di Surabaya. Tepatnya peristiwa terbunuhnya Jenderal Aubertin Walter Southern Mallaby (AWS Mallaby), seorang perwira Angkatan Laut India Britania yang bertugas melucuti senjata Tentara Jepang di Indonesia yang akhirnya memicu perlawanan rakyat Surabaya dan dikenang sebagai Hari Pahlawan 10 November.

Penggalan sejarah yang hingga kini berusaha dikaburkan Inggris atas kematian salah satu perwira militernya di Indonesia yang dituturkan langsung oleh pak prabowo, ini menarik bagi Jaya Tamalaki untuk mengurainya dalam bentuk cerita sejarah menjadi sebuah film yang menarik, edukatif dan menghibur. Pengaburan sejarah karena ada motif Belanda untuk kembali menduduki Indonesia sebagai bekas negara jajahan sesuai hukum internasional kala itu. Namun ada tumbal yang dikorbankan agar motif itu dapat berjalan dan pada akhirnya Belanda bersama tentara sekutu membuktikan kebenaran teori ini untuk berusaha kembali menguasai Indonesia hingga sejumlah perundingan berlangsung untuk mencapai perdamaian.

Jaya mengambil sudut pandang lain terkait peristiwa terbunuhnya Brigjen AWS Mallaby. Dia mengambil kisah percintaan antara Aryo dan nunik, Maurel seorang wartawan Inggris yang membelot membantu perjuangan bangsa Indonesia, dan Abdul Azis dimana dalam sejarah adalah seorang yang diklaim telah menembak mati Brigjen AWS Mallaby. Nunik kekasih Aryo yang semula mencegah kekasihnya untuk tidak terlihat perang, akhirnya menjadi penyelamat Aryo dan kawan2 ketika dengan berani menabrakkan jeepnya ke pesawat manserg di landasan pacu sehingga surabaya selamat Dari pemboman dahsyat.

Percintaan aryo dan nunik ini dimaksudkan bukan untuk meluruskan atau membengkokan sejarah, namun berikhtiar untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalisme dan patriotisme sepasang kekasih tersebut dan rekan seperjuangan mereka Dari berbagai suku dan agama di Indonesia. Film bertajuk 8 sahabat ini, rencananya akan mengambil gambar di Jerman, kanada dan jepang. Karena menurut kaya Tamalaki, tanpa perang dunia kedua, perseteruan antara blok Poros dan Sekutu, konferensi Quebec di Kanada dan jatuhnya bom atom, tidak akan pernah ada perang 10 November. Menurutnya sejarah tak akan pernah berdiri sendiri.

Pada bagian lain, dalam skenario film lainnya yang sudah menjadi buku berjudul Inong Ballee 1599, Jaya menceritakan bahwa Laksamana Keumala Hayati tidak hanya menjadi Jenderal Perang wanita pertama di dunia dari Kesultanan Aceh. Namun relasi antara kesultanan Aceh dan Kesultanan Ottoman Turki sebagai saudara dan proksi militer memiliki kaitan yang sangat erat.

“Bahkan Kesultanan Ottoman saat itu mengirimkan bantuan berupa pasukan dan peralatan militernya untuk Kesultanan Aceh dalam melawan serbuan dari berbagai kerajaan dari negara-negara kolonial bahkan termasuk Inggris. Kemampuannya dalam diplomasi, intelejen, strategi dan taktik perang di lautan adalah keunggulan Laksamana Keumala Hayati yang hingga kini belum ada seorang pun mampu menyamainya. Ini angle soal sikap ksatria dari seorang perwira perempuan untuk membangkitkan nasionalisme dan patriotisme kita,” ujar pria kelahiran Sulawesi Tenggara yang kini bermukim jakarta selatan.

Lalu ada juga cerita bagaimana orang-orang Papua telah mengikat persaudaraan yang kuat dengan Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku. Bagaimana cerita orang-orang nusantara saat itu berjanji saling menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsanya saat diserang negara kolonialis Portugis, Belanda dan Spanyol. “Raja Ampat di Papua adalah wilayah terbangunnya persaudaraan antara Kesultanan Ternate dan Tidore dengan orang-orang Papua di kala itu,” tegas Jaya yang mengangkat figur Gurabessy dari Kesultanan Ternate Tidore.

Gurabessy ini adalah tokoh sentral film yang kemudian menelurkan perjanjian Zaragossa. Dalam perjanjian Zaragossa antara Spanyol dan Portugis khusus menyepakati bahwa Maluku dan Papua adalah wilayah perjanjian dagang Portugis, sementara Spanyol fokus perdagangan di Filipina. Kisah percintaan Gurabessy dengan seorang wanita yang kemudian mengasingkan diri ke tanah Papua inilah yang kemudian menjadikan persaudaraan antara Papua dan Kesultanan Ternate Tidore ini melegenda yang belum banyak diketahui.

Secara garis besar, plot twist yang disajikan Jaya Tamalaki adalah tentang Nasionalisme dan Patriotisme Nusantara. Persaudaraan yang telah terbangun erat di antara gugusan pulau-pulau di Indonesia inilah yang hingga kini menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Jaya juga ingin memberi pesan penting bahwa apapun yang terjadi di Nusantara di kala itu, adalah bagian dari cerita besar yang disusun dan diputuskan di antara negara-negara kolonialis.

“Bahkan termasuk bagaimana perlawanan para pahlawan nusantara saat itu berkaitan langsung dengan negara-negara di belahan bumi utara,” tandasnya.

Sambil menunggu dukungan pak prabowo seperti janjinya untuk pembuatan film-film nasionalis semacam ini, Jaya tamalaki dan kawan-kawan telah menghabiskan banyak biaya untuk survei lokasi, rekrut crew, finalisasi penulisan, chasting pemain hingga penggarapan musik.

“Saya hanya bisa bertahan dan tetap berharap agar cita-cita kami semua tidak hanya saya pribadi ini terealisasi dan dapat ditayangkan pada peringatan hari besar nasional seperti HUT RI dan Hari Pahlawan,” ujar Jaya menutup dialog kami dengan tetap memupuk optimismenya. (Keating)

Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya